Rabu, 02 November 2016

Mastery Learning (Pembelajaran Tuntas)



MAKALAH
STRATEGI PEMBELAJARAN PAI
“Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning)”
Diajukan untuk memenuhi tugas yang di berikan oleh
Dosen Pengampu : Humaedi, S.Pd.I, M.Pd.I

Hasil gambar untuk logo stit al-khairiyah cilegon

VII Reguler Pagi
                    Di susun oleh :
                                                                     Kelompok 4 
Devi Silfiyanti
Eliyanti
Ema Damayanti

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT)
AL – KHAIRIYAH CITANGKIL – CILEGON
TAHUN AJARAN 2016 / 2017











BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
Salah satu di antara masalah besar yang ada dalam pendidikan di Indonesia yang banyak diperbincangkan adalah rendahnya mutu pendidikan yang tercermin dari rendahnya rata-rata prestasi belajar siswa. Masalah lain yang ada adalah serta kurangnya memperhatikan ketuntasan belajar siswa secara individual.
Demikian juga proses pendidikan dalam sistem persekolahan kita, umumnya belum menerapkan pembelajaran sampai peserta didik menguasai materi pembelajaran secara tuntas. Akibatnya, banyak peserta didik yang tidak menguasai materi pembelajaran meskipun sudah dinyatakan tamat dari sekolah. Tidak heran kalau mutu pendidikan secara nasional masih rendah.
Maka dari itu diperlukan adanya pendekatan pembelajaran tuntas, yaitu salah satu usaha dalam pendidikan yang bertujuan untuk memotivasi peserta didik mencapai penguasaan (mastery level) terhadap kompetensi tertentu.
B.  Rumusan Masalah
1.    Apa pengertian Pembelajaran Tuntas (mastery learning)?
2.    Bagaimana Konsep pembelajarn tuntas?
3.    Bagaimana prinsip Pembelajaran Tuntas?
4.    Apa kelebihan dan kelemahan dari pembelajaran tuntas?

C.  Tujuan Penulisan
1.    Untuk mengetahui pengertian pembelajaran tuntas
2.    Untuk mengetahui konsep pembelajaran tuntas
3.    Untuk mengetahui prinsip dalam pembelajaran tuntas
4.    Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan pembelajaran tuntas


BAB II
PEMBAHASAN


A.  Pengertian pembelajaran Tuntas (Mastery Learning)
Belajar Tuntas (Mastery Learning) adalah pendekatan dalam pembelajaran yang mempersyaratkan siswa untuk menguasai secara tuntas seluruh standar kompetensi maupun kompetensi dasar mata pelajaran tertentu.[1]
Belajar Tuntas merupakan filosofi pembelajaran yang berdasar pada anggapan bahwa semua peserta didik dapat belajar bila diberi waktu yang cukup dan kesempatan belajar yang memadai. Selain itu, dipercayai bahwa peserta didik dapat mencapai penguasaan akan suatu materi bila standar kurikulum dirumuskan dan dinyatakan dengan jelas, penilaian mengukur kemajuan peserta didik dalam suatu materi dengan tepat, dan pembelajaran yang berlangsung sesuai dengan kurikulum. Dalam metode belajar tuntas, peserta didik tidak diperkenankan untuk berpindah dari pembelajaran yang sedang dikerjakan ke tujuan belajar selanjutnya bila ia belum menunjukkan kecakapan dalam materi sebelumnya.
Agar semua peserta didik memperoleh hasil belajar secara maksimal, pembelajaran harus dilaksanakan secara sistematis. Kesistematisan akan tercermin dari strategi pembelajaran yang dilaksanakan, terutama dalam mengorganisir tujuan dan bahan belajar, melaksanakan evaluasi dan memberikan bimbingan terhadap peserta didik yang gagal mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam belajar tuntas, tujuan pembelajaran diorganisir secara spesifik untuk memudahkan pengecekan hasil belajar, bahan perlu dijabarkan menjadi satuan-satuan belajar tertentu, dan penguasaan bahan yang lengkap untuk semua tujuan setiap satuan belajar dituntut dari peserta didik sebelum proses belajar melangkah pada tahap berikutnya.
B.  Konsep Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning)
System belajar tuntas merupakan suatu pola pengajaran terstruktur yang bertujuan untuk mengadaptasikan pengajaran kepada kelompok siswa yang besar sedemikian rupa, sehingga diberikan perhatian secukupnya pada perbedaan-perbedaan yang terdapat diantara siswa, khususnya yang menyangkut laju kemajuan atau kecepatan dalam belajar (rate of progress). System ini diharapakan mampu mengatasi kelemahan-kelemahan yang sering melekat pada pengajaran klasikal, antara lain hanya siswa pandai yang akan mencapai semua tujuan pembelajaran, sedangkan siswa-siswi yang tidak begitu cerdas hanyalah mencapai sebagian dari tujuan-tujuan instruksional, bahkan boleh jadi sama sekali tidak mencapai apa-apa.
Bagi siswa yang terakhir ini, belajar di sekolah merupakan sumber frustasi, motivasi belajar menghilang, dan rasa percaya diri lenyap. dengan adanya individualisme pengajaran, terutama dilaksanakan melalui individualisasi kecepatan belajar, yang berarti setiap siswa diberi waktu secukupnya sesuai dengan kebutuhan masing-masing siswa dalam hal jumlah waktu belajar dan pertolongan aatu pendampingan individual, diusahakan setiap siswa sebagai satuanpun dapat melaju dalam mempelajari materi pelajaran dengan tempo yang layak dan wajar.
Agar pola pengajaran terstruktur ini efesien dan efektif, diperlukan hal-hal berikut:
a.    Tujuan-tujuan pembelajaran yang harus dicapai ditetapkan secara tegas. Semua tujuan itu dirangkaikan, materi pelajaran dibagi atas unit-unit pelajaran yang diurutkan sesuai dengan rangkaian semua tujuan instruksional.
b.    Siswa dituntut supaya mencapai tujuan pembelajaran lebih dahulu, sebelum siswa diperbolehkan mempelajari unit pelajaran yang baru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang kedua harus tercapai lebih dahulu sebelum siswa maju lebih lanjut dan seterusnya. Dengan kata lain, “yang berikutnya” tidak dimulai, sebelum “yang sebelumnya” dikuasai. Maka, system belajar ini menekankan “penguasaan” (mastering).
c.    Motivasi belajar dan efektivitas usaha belajar siswa harus ditingkatkan dengan memonitor proses belajar siswa melalui testing berkala dan kontinu, serta memberikan umpan balik kepada siswa mengenai keberhasilan atau kegagalannya pada saat itu juga (testing formatif).
d.   Diberikan bantuan atau pertolongan kepada siswa yang masih mengalami kesulitan pada saat-saat yang tepat, yaitu sesudah penyelenggaraan testing formatif, dan dengan cara yang efektif untuk siswa bersangkutan.
Ada 2 (dua) konsep belajar tuntas dalam pembelajaran, yaitu:
a.    Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Pembelajaran tuntas (Mastery Learning) dalam proses pembelajaran berbasis kompetensi dimaksudkan sebagai pendekatan dalam pembelajaran yang mempersyaratkan peserta didik untuk menguasai secara tuntas seluruh standar kompetensi maupun kompetensi dasar mata pelajaran tertentu.
Dalam model yang paling sederhana, dikemukakan bahwa jika setiap peserta didik diberikan waktu yang sesuai dengan yang diperlukan untuk mencapai suatu tingkat penguasaan, dan jika dia menghabiskan waktu yang diperlukan, maka besar kemungkinannya bagi peserta didik untuk mencapai tingkat penguasaan kompetensi secara optimal. Tetapi jika peserta didik tidak diberi waktu yang cukup atau dia tidak dapat menggunakan waktu yang diperlukan secara penuh, maka tingkat penguasaan kompetensi peserta didik tersebut belum bisa optimal.
Model ini menggambarkan bahwa tingkat penguasaan kompetensi (degree of learning) ditentukan oleh seberapa banyak waktu yang benar-benar digunakan (time actually spent) untuk belajar, dibagi dengan waktu yang diperlukan (time needed) untuk menguasai kompetensi tertentu.

b.   Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Pembelajaran tuntas (Mastery Learning) dalam KTSP adalah sebagai pendekatan dalam pembelajaran yang mempersyaratkan peserta didik menguasai secara tuntas seluruh standar kompetensi maupun kompetensi dasar mata pelajaran. Hal ini memang sama dengan yang ada pada KBK, karena pada dasarnya baik KBK maupun KTSP memilki tujuan yang sama terhadap kemajuan dunia pendidikan di Indonesia, yaitu sama-sama bertujuan untuk menciptakan sumber daya manusia indonesia yang berkompeten dan cerdas dalam membangun identitas budaya dan bangsa, berbudi pekerti yang luhur, serta bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa.[2]
Akan tetapi di dalam pembelajaran tuntas terdapat perbedaan karakteristik pada keduanya, yaitu: Kalau pembelajaran tuntas pada KBK, penyampaian pembelajarannya dilakukan dengan pendekatan dan metode yang bervariasi. Sedangkan pembelajaran tuntas pada KTSP, penyampaian pembelajarannya dilakukan hanya dengan beberapa pendekatan dan metode tertentu saja.
Berdasarkan uraian di atas, dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa pengukuran kemampuan peserta didik dalam penelitian ini disesuaikan dengan pelaksanaan belajar tuntas, yaitu adanya program perbaikan/program remedial, yakni jika peserta didik belum mencapai ketuntasan yang ditetapkan, maka peserta didik diberi program perbaikan sampai mencapai ketuntasan. Sementara bagi peserta didik yang sudah mencapai ketuntasan akan dilibatkan dalam kegiatan pengayaan sampai semua peserta didik dalam kelas tersebut bisa melanjutkan ke kompetensi berikutnya secara bersama-sama.

C.  Prinsip Belajar Tuntas (Mastery Learning)
Pengembangan konsep belajar tuntas mendasarkan pengembangan pengajarannya kepada prinsip-prinsip dibawah ini:
a.    Sebagian besar siswa dalam situasi dan kondisi belajar yang normal dapat menguasai sebagian terbesar bahan yang diajarkan. Penyebaran siswa dalam kelas tidak mengikuti distribusi normal. Menurut konsep diluar belajar tuntas, penyebaran siswa dalam kelas mengikuti kurva normal, yaitu sebagian kecil siswa (sekitar 17%) menguasai sebagian kecil bahan ajaran, sebagian besar siswa (sekitar 66%) menguasai sebagian besar bahan, dan sebagian kecil siswa (17%) menguasai hamper seluruh bahan ajar.
b.    Dalam menyusun strategi pengajaran tuntas, guru memulai dengan merumuskan tujuan-tujuan khusus yang harus dikuasai oleh siswa. Guru juga menetapkan tingkat penguasaan yang harus dicapai siswa.
c.    Sejalan dengan tujuan-tujuan khusus tersebut, guru merinci bahan ajar menjadi satuan-satuan bahan ajar yang kecil yang mendukung pencapaian sekelompok tujuan khusus tersebut. Berdasarkan tingkat penguasaan siswa dalam satuan pelajaran tersebut, mereka dapat pindahkan dari satu satuan pelajaran kesatuan pelajaran berikutnya.
d.   Selain disediakan bahan ajar untuk kegiatan belajar utama, disusun juga bahan ajar untuk kegiatan perbaikan dan pengayaan. Konsep belajar tuntas sangat menekankan pentingnya peranan umpan balik. Kemajuan belajar siswa harus segera diniliai, dan hasil penilaian tersebut menjadi umpan balik bagi kegiatan perbaikan atau pengayaan. Perbaikan diberikan kepada siswa yang belum menguasai bahan ajar secara tuntass, sedangkan pengayaan diberikan kepada siswa yang perkembangan belajarnya sangat cepat.
e.    Penilaian hasil belajar tidak menggunakan acuan norma, tetapi menggunakan acuan patokan. Hal ini karena acuan norma menggunakan pegangan penguasaan rata-rata kelas, jadi lebih bersifat relative. Dedangkan acuan patokan berpegang pada sesuatu yang telah ditetapkan, umpamanya menguasai 80% atau 85% dari tujuan belajar. Dengan demikian, acuan penilaian konsep belajar tuntas bersifat absolut.
f.     Konsep belajar tuntas juga memerhatikkan adanya perbedaan-perbedaan individual. Prinsip ini direalisasikan dengan memberikan keleluasaan waktu, yaitu siswa yang pandai atau belajar cepat bisa maju lebih dahulu kesatuan pelajaran berikutnya, sedangkan siswa yang lambat dapat menggunakan waktu lebih banyak atau lama untuk menguasai bahan yang diberikan secara tuntas. Pelaksanaan pengajaran demikian memungkinkan diterapkannya prinsip maju berkelanjutan, yaitu siswa dapat pindah atau naik ke bajan atau kelas berikutnya tanpa harus menanti teman-temannya.
g.    Konsep belajar tuntas dapat dilaksanakan dengan beberapa model pengajaran, tetapi yang paling tepat adalah dengan model-model system pembelajaran seperti pengajaran berprogram, pengajaran modul, paket belajar, model satuan pelajaran, pengajaran dengan bantuan computer, dan sejenisnya. Model-model pengajaran tersebut cocok untuk menerapkan konsep belajar tuntas, karena memiliki dasar-dasar pemikiran yang sesuai yang bertolak dari konsep behaviorisme dan berpegang pada model pengajaran sebagai system atau system instruksional.hal yang paling penting adalah dapat diselenggarakan pengajaran secara individual, sehingga hamper seluruh prinsip belajar tuntas yang disebutkan diatas dapat dilaksanakan.
D.  Kelebihan Dan Kelemahan Belajar Tuntas
Strategi belajar mengajar tuntas mengandung beberapa kelebihan, antara lain:
a.    Strategi ini memungkinkan siswa belajar lebih aktif sebagimana disarankan dalam konsep CBSA yang memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan diri sendiri, memecahkan masalah sendiri dengan menemukan dan bekerja sendiri.
b.    Strategi ini sejalan dengan pandangan psikologi belajar modern yang berpegang pada prinsip perbedaan individual, belajar kelompok.
c.    Strategi ini berorientasi kepada peningkatan produktifitas hasil belajar, yakni siswa menguasai bahan pelajaran secara tuntas, menyeluruh, dan utuh.
d.   Dalam strategi ini guru dan siswa diminta bekerja sama secarapartisipatif dan persuatif, baik dalam proses belajar maupun dalam proses belajar maupun dalam proses bimbingan terhadap siswa lainnya.
e.    Penilaian yang dilakukan terhadap kemajuan belajar siswa mengandung unsure objektivitas yang tinggi sebab penilaian dilakukan oleh guru, rekan sekelas, dan diri sendiri, dan berlangsung secara berlanjut serta berdasarkan ukuran keberhasilan (standar prilaku) yang jelas dan spesifik.
f.     Pada hakikatnya, strategi ini tidak mengenal siswa yang gagal belajar atau tidak naik kelas karena siswa yang ternyata mendapat hasil yang kurang memuaskan atau masih dibawah target dari hasil yang diharapkan, terus-menerus dibantu oleh rekannya dan guru.
g.    Pengajaran tuntas berdasarkan perencanaan yang sistematik, yang memiliki derajat koherensi yang tinggi dengan garis-garis besar program pengajran bidang studi.
h.    Strategi ini menyediakan waktu belajar yang cukup sesuai dengan keadaan dan kkebutuhan masing-masing individu siswasehingga memungkinkan mereka belajar secara lebih leluasa.
i.      Strategi belajar tuntas berusaha mengatasi kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam strategi belajar mengajar lainnya. Berdasarkan pendekatan kelas saja, atau kelompok saja, atau individualisasi saja.
j.      Strategi ini mengaktifkan guru-guru sebagai suatu regu yang harus bekerja sama secara efektif sehingga kelangsungan proses belajar siswa dapat terjamin dan berhasil optimal.[3]
Strategi pengajaran tuntas juga mempunyai beberapa kelemahan, antara lain:
a.    Strategi ini sulit dalam pelaksanaannya karena melibatkan berbagai kegiatan, yang berarti menuntut macam-macam kemampuan yang memadai.
b.    Guru-guru umumnya masih mengalami kesulitan dalam membuat perencanaan belajar tuntas karena harus dibuat untuk jangka waktu satu semester disamping penyusun satuan-satuan pelajaran yang lengkap dan menyeluruh.
c.    Guru-guru yang sudah terbiasa dengan cara-cara lama akan mengalami hambatan untuk menyelenggarakan strategi ini yang relative lebih sulit dan masih baru.
d.   Strategi ini sudah tentu memerlukan berbagai fasilitas, perlengkapan, alat, dana, dan waktu yang cukup besar, sedangkan sekolah-sekollah kita umumnya masih langka dalam segi sumber-sumber teknis seperti yang diharapkan.
e.    Untuk melaksanakan strategi ini yang mengacu kepada penguasaan materi belajar secara tuntas pada gilirannya menuntut para guru agar menguasai materi tersebut secara lebih luas, menyeluruh, dan lebih lengkap. hal itu menuntut para guru agar belajar lebih banyak dan menggunakan sumber-sumber yang lebih luas.
f.     Diberlakukannya system ujian (EBTA dan EBTANAS) yang menuntut penyelenggrakan program bidang studi pada waktu yang tellah ditetapkan dan usaha persiapan para siswa untuk menempuh ujiian. Mungkin menjadi salah satu unsur penghambat pelaksanaan belajar.[4]





BAB III
PENUTUP


A.  Kesimpulan
1.    Belajar Tuntas (Mastery Learning) adalah pendekatan dalam pembelajaran yang mempersyaratkan siswa untuk menguasai secara tuntas seluruh standar kompetensi maupun kompetensi dasar mata pelajaran tertentu.
2.    Ada 2 (dua) konsep belajar tuntas dalam pembelajaran, yaitu:
a.    Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Model ini menggambarkan bahwa tingkat penguasaan kompetensi (degree of learning) ditentukan oleh seberapa banyak waktu yang benar-benar digunakan (time actually spent) untuk belajar, dibagi dengan waktu yang diperlukan (time needed) untuk menguasai kompetensi tertentu.
b.    Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Pembelajaran tuntas (Mastery Learning) dalam KTSP adalah sebagai pendekatan dalam pembelajaran yang mempersyaratkan peserta didik menguasai secara tuntas seluruh standar kompetensi maupun kompetensi dasar mata pelajaran.
3.    Pengembangan konsep belajar tuntas mendasarkan pengembangan pengajarannya kepada prinsip-prinsip dibawah ini:
a.    Sebagian besar siswa dalam situasi dan kondisi belajar yang normal dapat menguasai sebagian terbesar bahan yang diajarkan.
b.    Dalam menyusun strategi pengajaran tuntas, guru memulai dengan merumuskan tujuan-tujuan khusus yang harus dikuasai oleh siswa. Guru juga menetapkan tingkat penguasaan yang harus dicapai siswa.
c.    Sejalan dengan tujuan-tujuan khusus tersebut, guru merinci bahan ajar menjadi satuan-satuan bahan ajar yang kecil yang mendukung pencapaian sekelompok tujuan khusus tersebut.

4.    Kelebihan Dan Kelemahan Belajar Tuntas
Strategi belajar mengajar tuntas mengandung beberapa kelebihan, antara lain:
a.    Strategi ini memungkinkan siswa belajar lebih aktif sebagimana disarankan dalam konsep CBSA yang memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan diri sendiri, memecahkan masalah sendiri dengan menemukan dan bekerja sendiri.
b.    Strategi ini sejalan dengan pandangan psikologi belajar modern yang berpegang pada prinsip perbedaan individual, belajar kelompok.
c.    Strategi ini berorientasi kepada peningkatan produktifitas hasil belajar, yakni siswa menguasai bahan pelajaran secara tuntas, menyeluruh, dan utuh, dsb.
Strategi pengajaran tuntas juga mempunyai beberapa kelemahan, antara lain:
a.    Strategi ini sulit dalam pelaksanaannya karena melibatkan berbagai kegiatan, yang berarti menuntut macam-macam kemampuan yang memadai.
b.    Guru-guru umumnya masih mengalami kesulitan dalam membuat perencanaan belajar tuntas karena harus dibuat untuk jangka waktu satu semester disamping penyusun satuan-satuan pelajaran yang lengkap dan menyeluruh.
c.    Guru-guru yang sudah terbiasa dengan cara-cara lama akan mengalami hambatan untuk menyelenggarakan strategi ini yang relative lebih sulit dan masih baru, dsb.

B.  Saran
Dalam makalah ini masih banyak kekurangannya, untuk itu kami sebagai penulis mengharapkan kritik dan sarannya. Mudah-muadahan dengan adanya makalah ini bisa dijadikan salah satu referensi dalam mempelajari strategi pembelajaran PAI tentang Pembelajaran tuntas (Mastery Learning).

DAFTAR PUSTAKA


Majid, Abdul, Strategi Pembelajaran, cet IV, Bandung : PT Remaja Rosdakarya offset, 2015.
Ahmadi, Abu, Strategi Belajar Mengajar, cet II, Bandung : CV Pustaka Setia, 2005.
Hamalik Oemar, Strategi belajar mengajar berdasarkan CBSA, cet V, Bandung : Sinar Baru Algensindo 2009.






[1] Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, cet IV, Bandung : PT Remaja Rosdakarya offset, 2015, hlm : 153.
[2] Depdiknas. 2008. Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Tuntas (Mastery-Learning) Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.
[3] Abu Ahmadi, Strategi Belajar Mengajar, cet II, Bandung : CV Pustaka Setia, 2005, hlm :165.
[4] Oemar Hamalik, Strategi belajar mengajar berdasarkan CBSA, cet V, Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2009, hlm : 88.












Tidak ada komentar:

Posting Komentar