STRATEGI PEMBELAJARAN PAI
“Pembelajaran
Tuntas (Mastery Learning)”
Diajukan
untuk memenuhi tugas yang di berikan oleh
Dosen
Pengampu : Humaedi, S.Pd.I, M.Pd.I
VII
Reguler Pagi
Di
susun oleh :
Kelompok 4
Devi
Silfiyanti
Eliyanti
Ema
Damayanti
SEKOLAH TINGGI ILMU
TARBIYAH (STIT)
AL – KHAIRIYAH
CITANGKIL – CILEGON
TAHUN AJARAN 2016 / 2017
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Salah satu di
antara masalah besar yang ada dalam pendidikan di Indonesia yang banyak
diperbincangkan adalah rendahnya mutu pendidikan yang tercermin dari rendahnya rata-rata
prestasi belajar siswa. Masalah lain yang ada adalah serta kurangnya
memperhatikan ketuntasan belajar siswa secara individual.
Demikian juga
proses pendidikan dalam sistem persekolahan kita, umumnya belum menerapkan
pembelajaran sampai peserta didik menguasai materi pembelajaran secara tuntas.
Akibatnya, banyak peserta didik yang tidak menguasai materi pembelajaran
meskipun sudah dinyatakan tamat dari sekolah. Tidak heran kalau mutu pendidikan
secara nasional masih rendah.
Maka dari itu
diperlukan adanya pendekatan pembelajaran tuntas, yaitu salah satu usaha dalam
pendidikan yang bertujuan untuk memotivasi peserta didik mencapai penguasaan (mastery level) terhadap kompetensi
tertentu.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian Pembelajaran Tuntas (mastery learning)?
2.
Bagaimana Konsep pembelajarn tuntas?
3.
Bagaimana prinsip Pembelajaran Tuntas?
4.
Apa kelebihan dan kelemahan dari pembelajaran tuntas?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui pengertian pembelajaran tuntas
2.
Untuk mengetahui konsep pembelajaran tuntas
3.
Untuk mengetahui prinsip dalam pembelajaran tuntas
4.
Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan pembelajaran tuntas
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian pembelajaran Tuntas (Mastery Learning)
Belajar Tuntas
(Mastery Learning) adalah pendekatan
dalam pembelajaran yang mempersyaratkan siswa untuk menguasai secara tuntas
seluruh standar kompetensi maupun kompetensi dasar mata pelajaran tertentu.[1]
Belajar Tuntas
merupakan filosofi pembelajaran yang berdasar pada anggapan bahwa semua peserta didik dapat belajar bila diberi waktu yang cukup dan kesempatan belajar yang memadai.
Selain itu, dipercayai bahwa peserta didik dapat mencapai penguasaan akan suatu materi bila standar kurikulum dirumuskan dan dinyatakan dengan jelas, penilaian mengukur
kemajuan peserta didik dalam suatu materi dengan tepat, dan pembelajaran yang
berlangsung sesuai dengan kurikulum. Dalam metode belajar tuntas, peserta didik tidak diperkenankan untuk berpindah dari pembelajaran yang
sedang dikerjakan ke tujuan belajar selanjutnya bila ia belum menunjukkan
kecakapan dalam materi sebelumnya.
Agar semua
peserta didik memperoleh hasil belajar secara maksimal, pembelajaran harus
dilaksanakan secara sistematis. Kesistematisan akan tercermin dari strategi
pembelajaran yang dilaksanakan, terutama dalam mengorganisir tujuan dan bahan
belajar, melaksanakan evaluasi dan memberikan bimbingan terhadap peserta didik
yang gagal mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam belajar
tuntas, tujuan pembelajaran diorganisir secara spesifik untuk memudahkan
pengecekan hasil belajar, bahan perlu dijabarkan menjadi satuan-satuan belajar
tertentu, dan penguasaan bahan yang lengkap untuk semua tujuan setiap satuan
belajar dituntut dari peserta didik sebelum proses belajar melangkah pada tahap
berikutnya.
B.
Konsep Pembelajaran Tuntas (Mastery Learning)
System belajar tuntas merupakan suatu pola pengajaran terstruktur
yang bertujuan untuk mengadaptasikan pengajaran kepada kelompok siswa yang
besar sedemikian rupa, sehingga diberikan perhatian secukupnya pada perbedaan-perbedaan
yang terdapat diantara siswa, khususnya yang menyangkut laju kemajuan atau kecepatan
dalam belajar (rate of progress). System ini diharapakan mampu mengatasi
kelemahan-kelemahan yang sering melekat pada pengajaran klasikal, antara lain
hanya siswa pandai yang akan mencapai semua tujuan pembelajaran, sedangkan
siswa-siswi yang tidak begitu cerdas hanyalah mencapai sebagian dari
tujuan-tujuan instruksional, bahkan boleh jadi sama sekali tidak mencapai
apa-apa.
Bagi siswa yang terakhir ini, belajar di sekolah merupakan sumber
frustasi, motivasi belajar menghilang, dan rasa percaya diri lenyap. dengan
adanya individualisme pengajaran, terutama dilaksanakan melalui individualisasi
kecepatan belajar, yang berarti setiap siswa diberi waktu secukupnya sesuai
dengan kebutuhan masing-masing siswa dalam hal jumlah waktu belajar dan
pertolongan aatu pendampingan individual, diusahakan setiap siswa sebagai
satuanpun dapat melaju dalam mempelajari materi pelajaran dengan tempo yang
layak dan wajar.
Agar pola pengajaran terstruktur ini efesien dan efektif,
diperlukan hal-hal berikut:
a.
Tujuan-tujuan pembelajaran yang harus dicapai ditetapkan secara
tegas. Semua tujuan itu dirangkaikan, materi pelajaran dibagi atas unit-unit
pelajaran yang diurutkan sesuai dengan rangkaian semua tujuan instruksional.
b.
Siswa dituntut supaya mencapai tujuan pembelajaran lebih dahulu,
sebelum siswa diperbolehkan mempelajari unit pelajaran yang baru untuk mencapai
tujuan pembelajaran yang kedua harus tercapai lebih dahulu sebelum siswa maju
lebih lanjut dan seterusnya. Dengan kata lain, “yang berikutnya” tidak dimulai,
sebelum “yang sebelumnya” dikuasai. Maka, system belajar ini menekankan
“penguasaan” (mastering).
c.
Motivasi belajar dan efektivitas usaha belajar siswa harus
ditingkatkan dengan memonitor proses belajar siswa melalui testing berkala dan
kontinu, serta memberikan umpan balik kepada siswa mengenai keberhasilan atau
kegagalannya pada saat itu juga (testing formatif).
d.
Diberikan bantuan atau pertolongan kepada siswa yang masih
mengalami kesulitan pada saat-saat yang tepat, yaitu sesudah penyelenggaraan
testing formatif, dan dengan cara yang efektif untuk siswa bersangkutan.
Ada 2 (dua) konsep belajar tuntas dalam pembelajaran, yaitu:
a. Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Pembelajaran tuntas (Mastery
Learning) dalam proses pembelajaran berbasis kompetensi dimaksudkan sebagai
pendekatan dalam pembelajaran yang mempersyaratkan peserta didik untuk
menguasai secara tuntas seluruh standar kompetensi maupun kompetensi dasar mata
pelajaran tertentu.
Dalam model yang paling sederhana, dikemukakan bahwa jika setiap
peserta didik diberikan waktu yang sesuai dengan yang diperlukan untuk mencapai
suatu tingkat penguasaan, dan jika dia menghabiskan waktu yang diperlukan, maka
besar kemungkinannya bagi peserta didik untuk mencapai tingkat penguasaan
kompetensi secara optimal. Tetapi jika peserta didik tidak diberi waktu yang
cukup atau dia tidak dapat menggunakan waktu yang diperlukan secara penuh, maka
tingkat penguasaan kompetensi peserta didik tersebut belum bisa optimal.
Model ini menggambarkan bahwa tingkat penguasaan kompetensi (degree of learning) ditentukan oleh
seberapa banyak waktu yang benar-benar digunakan (time actually spent) untuk belajar, dibagi dengan waktu yang
diperlukan (time needed) untuk
menguasai kompetensi tertentu.
b. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Pembelajaran tuntas (Mastery
Learning) dalam KTSP adalah sebagai pendekatan dalam pembelajaran yang
mempersyaratkan peserta didik menguasai secara tuntas seluruh standar
kompetensi maupun kompetensi dasar mata pelajaran. Hal ini memang sama dengan
yang ada pada KBK, karena pada dasarnya baik KBK maupun KTSP memilki tujuan
yang sama terhadap kemajuan dunia pendidikan di Indonesia, yaitu sama-sama
bertujuan untuk menciptakan sumber daya manusia indonesia yang berkompeten dan
cerdas dalam membangun identitas budaya dan bangsa, berbudi pekerti yang luhur,
serta bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa.[2]
Akan tetapi di dalam pembelajaran tuntas
terdapat perbedaan karakteristik pada keduanya, yaitu: Kalau pembelajaran
tuntas pada KBK, penyampaian pembelajarannya dilakukan dengan pendekatan dan
metode yang bervariasi. Sedangkan
pembelajaran tuntas pada KTSP, penyampaian pembelajarannya dilakukan hanya
dengan beberapa pendekatan dan metode tertentu saja.
Berdasarkan uraian di atas, dengan demikian maka dapat disimpulkan
bahwa pengukuran kemampuan peserta didik dalam penelitian ini disesuaikan
dengan pelaksanaan belajar tuntas, yaitu adanya program perbaikan/program
remedial, yakni jika peserta didik belum mencapai ketuntasan yang ditetapkan,
maka peserta didik diberi program perbaikan sampai mencapai ketuntasan.
Sementara bagi peserta didik yang sudah mencapai ketuntasan akan dilibatkan
dalam kegiatan pengayaan sampai semua peserta didik dalam kelas tersebut bisa
melanjutkan ke kompetensi berikutnya secara bersama-sama.
C. Prinsip Belajar Tuntas (Mastery Learning)
Pengembangan konsep belajar tuntas
mendasarkan pengembangan pengajarannya kepada prinsip-prinsip dibawah ini:
a. Sebagian besar siswa dalam situasi dan kondisi belajar yang normal
dapat menguasai sebagian terbesar bahan yang diajarkan. Penyebaran siswa dalam
kelas tidak mengikuti distribusi normal. Menurut konsep diluar belajar tuntas,
penyebaran siswa dalam kelas mengikuti kurva normal,
yaitu sebagian kecil siswa (sekitar 17%) menguasai sebagian kecil bahan ajaran,
sebagian besar siswa (sekitar 66%) menguasai sebagian besar bahan, dan sebagian
kecil siswa (17%) menguasai hamper seluruh bahan ajar.
b. Dalam menyusun strategi pengajaran tuntas, guru memulai dengan
merumuskan tujuan-tujuan khusus yang harus dikuasai oleh siswa. Guru juga
menetapkan tingkat penguasaan yang harus dicapai siswa.
c. Sejalan dengan tujuan-tujuan khusus tersebut, guru merinci bahan ajar
menjadi satuan-satuan bahan ajar yang kecil yang mendukung pencapaian
sekelompok tujuan khusus tersebut. Berdasarkan tingkat penguasaan siswa dalam
satuan pelajaran tersebut, mereka dapat pindahkan dari satu satuan pelajaran
kesatuan pelajaran berikutnya.
d. Selain disediakan bahan ajar untuk kegiatan belajar utama, disusun juga
bahan ajar untuk kegiatan perbaikan dan pengayaan. Konsep belajar tuntas sangat
menekankan pentingnya peranan umpan balik. Kemajuan belajar siswa harus segera
diniliai, dan hasil penilaian tersebut menjadi umpan balik bagi kegiatan
perbaikan atau pengayaan. Perbaikan diberikan kepada siswa yang belum menguasai
bahan ajar secara tuntass, sedangkan pengayaan diberikan kepada siswa yang
perkembangan belajarnya sangat cepat.
e. Penilaian hasil belajar tidak menggunakan acuan norma, tetapi
menggunakan acuan patokan. Hal ini karena acuan norma menggunakan pegangan
penguasaan rata-rata kelas, jadi lebih bersifat relative. Dedangkan acuan
patokan berpegang pada sesuatu yang telah ditetapkan, umpamanya menguasai 80%
atau 85% dari tujuan belajar. Dengan demikian, acuan penilaian konsep belajar
tuntas bersifat absolut.
f. Konsep belajar tuntas juga memerhatikkan adanya perbedaan-perbedaan
individual. Prinsip ini direalisasikan dengan memberikan keleluasaan waktu,
yaitu siswa yang pandai atau belajar cepat bisa maju lebih dahulu kesatuan
pelajaran berikutnya, sedangkan siswa yang lambat dapat menggunakan waktu lebih
banyak atau lama untuk menguasai bahan yang diberikan secara tuntas.
Pelaksanaan pengajaran demikian memungkinkan diterapkannya prinsip maju
berkelanjutan, yaitu siswa dapat pindah atau naik ke bajan atau kelas
berikutnya tanpa harus menanti teman-temannya.
g. Konsep belajar tuntas dapat dilaksanakan dengan beberapa model
pengajaran, tetapi yang paling tepat adalah dengan model-model system
pembelajaran seperti pengajaran berprogram, pengajaran modul, paket belajar,
model satuan pelajaran, pengajaran dengan bantuan computer, dan sejenisnya.
Model-model pengajaran tersebut cocok untuk menerapkan konsep belajar tuntas,
karena memiliki dasar-dasar pemikiran yang sesuai yang bertolak dari konsep
behaviorisme dan berpegang pada model pengajaran sebagai system atau system
instruksional.hal yang paling penting adalah dapat diselenggarakan pengajaran
secara individual, sehingga hamper seluruh prinsip belajar tuntas yang
disebutkan diatas dapat dilaksanakan.
D. Kelebihan Dan Kelemahan Belajar Tuntas
Strategi belajar mengajar tuntas
mengandung beberapa kelebihan, antara lain:
a. Strategi ini memungkinkan siswa belajar lebih aktif sebagimana
disarankan dalam konsep CBSA yang memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengembangkan diri sendiri, memecahkan masalah sendiri dengan menemukan dan
bekerja sendiri.
b. Strategi ini sejalan dengan pandangan psikologi belajar modern yang
berpegang pada prinsip perbedaan individual, belajar kelompok.
c. Strategi ini berorientasi kepada peningkatan produktifitas hasil
belajar, yakni siswa menguasai bahan pelajaran secara tuntas, menyeluruh, dan
utuh.
d. Dalam strategi ini guru dan siswa diminta bekerja sama
secarapartisipatif dan persuatif, baik dalam proses belajar maupun dalam proses
belajar maupun dalam proses bimbingan terhadap siswa lainnya.
e. Penilaian yang dilakukan terhadap kemajuan belajar siswa mengandung unsure
objektivitas yang tinggi sebab penilaian dilakukan oleh guru, rekan sekelas,
dan diri sendiri, dan berlangsung secara berlanjut serta berdasarkan ukuran
keberhasilan (standar prilaku) yang jelas dan spesifik.
f. Pada hakikatnya, strategi ini tidak mengenal siswa yang gagal belajar
atau tidak naik kelas karena siswa yang ternyata mendapat hasil yang kurang
memuaskan atau masih dibawah target dari hasil yang diharapkan, terus-menerus
dibantu oleh rekannya dan guru.
g. Pengajaran tuntas berdasarkan perencanaan yang sistematik, yang
memiliki derajat koherensi yang tinggi dengan garis-garis besar program
pengajran bidang studi.
h. Strategi ini menyediakan waktu belajar yang cukup sesuai dengan keadaan
dan kkebutuhan masing-masing individu siswasehingga memungkinkan mereka belajar
secara lebih leluasa.
i. Strategi belajar tuntas berusaha mengatasi kelemahan-kelemahan yang
terdapat dalam strategi belajar mengajar lainnya. Berdasarkan pendekatan kelas
saja, atau kelompok saja, atau individualisasi saja.
j. Strategi ini mengaktifkan guru-guru sebagai suatu regu yang harus
bekerja sama secara efektif sehingga kelangsungan proses belajar siswa dapat
terjamin dan berhasil optimal.[3]
Strategi pengajaran tuntas juga
mempunyai beberapa kelemahan, antara lain:
a. Strategi ini sulit dalam pelaksanaannya karena melibatkan berbagai
kegiatan, yang berarti menuntut macam-macam kemampuan yang memadai.
b. Guru-guru umumnya masih mengalami kesulitan dalam membuat perencanaan
belajar tuntas karena harus dibuat untuk jangka waktu satu semester disamping
penyusun satuan-satuan pelajaran yang lengkap dan menyeluruh.
c. Guru-guru yang sudah terbiasa dengan cara-cara lama akan mengalami
hambatan untuk menyelenggarakan strategi ini yang relative lebih sulit dan
masih baru.
d. Strategi ini sudah tentu memerlukan berbagai fasilitas, perlengkapan,
alat, dana, dan waktu yang cukup besar, sedangkan sekolah-sekollah kita umumnya
masih langka dalam segi sumber-sumber teknis seperti yang diharapkan.
e. Untuk melaksanakan strategi ini yang mengacu kepada penguasaan materi
belajar secara tuntas pada gilirannya menuntut para guru agar menguasai materi
tersebut secara lebih luas, menyeluruh, dan lebih lengkap. hal itu menuntut
para guru agar belajar lebih banyak dan menggunakan sumber-sumber yang lebih
luas.
f. Diberlakukannya system ujian (EBTA dan EBTANAS) yang menuntut
penyelenggrakan program bidang studi pada waktu yang tellah ditetapkan dan
usaha persiapan para siswa untuk menempuh ujiian. Mungkin menjadi salah satu
unsur penghambat pelaksanaan belajar.[4]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Belajar Tuntas (Mastery
Learning) adalah pendekatan dalam pembelajaran yang mempersyaratkan siswa untuk
menguasai secara tuntas seluruh standar kompetensi maupun kompetensi dasar mata
pelajaran tertentu.
2.
Ada 2 (dua) konsep belajar tuntas dalam pembelajaran, yaitu:
a. Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
Model ini menggambarkan bahwa tingkat penguasaan kompetensi (degree of learning) ditentukan oleh
seberapa banyak waktu yang benar-benar digunakan (time actually spent) untuk belajar, dibagi dengan waktu yang
diperlukan (time needed) untuk
menguasai kompetensi tertentu.
b. Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Pembelajaran tuntas (Mastery
Learning) dalam KTSP adalah sebagai pendekatan dalam pembelajaran yang
mempersyaratkan peserta didik menguasai secara tuntas seluruh standar
kompetensi maupun kompetensi dasar mata pelajaran.
3. Pengembangan konsep belajar tuntas mendasarkan pengembangan pengajarannya
kepada prinsip-prinsip dibawah ini:
a. Sebagian besar siswa dalam situasi dan kondisi belajar yang normal
dapat menguasai sebagian terbesar bahan yang diajarkan.
b. Dalam menyusun strategi pengajaran tuntas, guru memulai dengan
merumuskan tujuan-tujuan khusus yang harus dikuasai oleh siswa. Guru juga
menetapkan tingkat penguasaan yang harus dicapai siswa.
c. Sejalan dengan tujuan-tujuan khusus tersebut, guru merinci bahan ajar
menjadi satuan-satuan bahan ajar yang kecil yang mendukung pencapaian sekelompok
tujuan khusus tersebut.
4. Kelebihan Dan Kelemahan Belajar Tuntas
Strategi belajar mengajar tuntas
mengandung beberapa kelebihan, antara lain:
a. Strategi ini memungkinkan siswa belajar lebih aktif sebagimana
disarankan dalam konsep CBSA yang memberi kesempatan kepada siswa untuk
mengembangkan diri sendiri, memecahkan masalah sendiri dengan menemukan dan
bekerja sendiri.
b. Strategi ini sejalan dengan pandangan psikologi belajar modern yang
berpegang pada prinsip perbedaan individual, belajar kelompok.
c. Strategi ini berorientasi kepada peningkatan produktifitas hasil
belajar, yakni siswa menguasai bahan pelajaran secara tuntas, menyeluruh, dan
utuh, dsb.
Strategi pengajaran tuntas juga
mempunyai beberapa kelemahan, antara lain:
a. Strategi ini sulit dalam pelaksanaannya karena melibatkan berbagai
kegiatan, yang berarti menuntut macam-macam kemampuan yang memadai.
b. Guru-guru umumnya masih mengalami kesulitan dalam membuat perencanaan
belajar tuntas karena harus dibuat untuk jangka waktu satu semester disamping
penyusun satuan-satuan pelajaran yang lengkap dan menyeluruh.
c. Guru-guru yang sudah terbiasa dengan cara-cara lama akan mengalami
hambatan untuk menyelenggarakan strategi ini yang relative lebih sulit dan
masih baru, dsb.
B.
Saran
Dalam makalah ini masih banyak kekurangannya,
untuk itu kami sebagai penulis mengharapkan kritik dan sarannya. Mudah-muadahan
dengan adanya makalah ini bisa dijadikan salah satu referensi dalam mempelajari
strategi pembelajaran PAI tentang Pembelajaran tuntas (Mastery Learning).
DAFTAR PUSTAKA
Majid,
Abdul, Strategi Pembelajaran, cet IV, Bandung : PT Remaja Rosdakarya
offset, 2015.
Ahmadi,
Abu, Strategi Belajar Mengajar, cet II, Bandung : CV Pustaka Setia,
2005.
Hamalik
Oemar, Strategi belajar mengajar berdasarkan CBSA, cet V, Bandung :
Sinar Baru Algensindo 2009.
[1] Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, cet IV, Bandung : PT Remaja
Rosdakarya offset, 2015, hlm : 153.
[2] Depdiknas.
2008. Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran Tuntas (Mastery-Learning)
Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.
[4] Oemar Hamalik, Strategi
belajar mengajar berdasarkan CBSA, cet V, Bandung : Sinar Baru Algensindo,
2009, hlm : 88.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar